Rabu, 13 Februari 2013

The Promise of Love - Part 4 - Ending

Oleh Wong Ngantang - Rabu, Februari 13, 2013 | 0 comments


<< Part 3
 Hari ketujuh Benny di rumah sakit, aku masih setia menunggunya. Kuharap dia akan sembuh dan kembali seperti sedisa kala. Bagaimanapun juga dia adalah adikku dan aku menyayanginya.
Saat itu aku baru saja dari ruangan Benny, aku keluar untuk menuju masjid. Entah kenapa perasaanku sangat tidak tenang, kufikir sholat dhuha akan mampu membuatku tenang. Baru saja aku keluar dari kamar tempat Benny dirawat. Kulihat ada seorang pasien yang mungkin sangat parah, namun juga disana ada kak Rico yang tidak lain adalah kakak Aldy. Aku tak melihat Aldy, dimana dia? Biasanya selalu bersama kak Rico. Atau jangan-jangan???
Akupun terdiam, lalu ranjang didorong itu melaju di depanku. Dan benar-benar kulihat adalah Aldy yang berbaring disana. Ya Allah, Aldy. Ada apa dengannya?? Tanpa pikir panjang aku segera menyusulnya. Aku sangat cemas, Aldy terbaring disana dengan wajah yang sangat pucat. Ia tak berbicara apa-apa, Dia hanya menggenggam tanganku seakan tak mau melepaskannya lagi. Namun dengan terpaksa dia melepaskan tanganku ketika memasuki ruang UGD.
Aku pun bertanya pada Kak Rico apa yang telah terjadi pada Aldy dan mengapa pula dia ada disini. Kak Rico pun menceritakan semua. Semuanya tentang penyakit Aldy, tentang keputusannya pindah ke Malang dan tentang perasaan Aldy padaku. Aku menangis karena Aldy, andai saja dia menceritakan sejak awal tentang semua ini. Mungkin aku tak akan menangis dan sesedih ini ternyata dia sangat menyayangiku. Aku sangat bodoh telah membencinya. “Aldy....Aldy....hiks..hiks.”, air mataku masih terus mengalir.

Beberapa saat kemudian, pintu ruang UGD dibuka dan dokter keluar dari ruang itu. Aku dan kak Rico segera menanyakan bagaimana keadaan Aldy.
“Bagaimana keadaan adik saya, Dok?.”, tanya Kak Rico cemas.
“Dia sudah tak punya harapan lagi.”, jawab sang Dokter yang membuatku seakan ingin pingsan.
Aku tak kuat jika harus menerima kenyataan ini.
Aku masuk ke ruangan Aldy dan sepertinya dia belum sadarkan diri. Aku duduk di sebelah tempat tidurnya. Aku menangis lagi, aku tak bisa percaya jika orang yang sudah hampir sekarat di depan mataku ini adalah orang yang sangat kusayangi.
“Ro....ra.”, panggilnya. Akupun agak terkejut, kuhentikan sejenak tangisku.
“Ra...kenapa kamu menangis?”, tanyanya dengan suara yang pelan.
Tapi aku tak bisa menjawabnya, Aku masih terdiam. Hingga tangan Aldy menghapus air mata di pipiku.
“Kamu jangan menangis...lebih baik aku mati daripada melihatmu menangis.”, katanya lagi.
“Jangan bicara seperti itu aku nggak mau kehilangan kamu. Jangan tinggalin a...”, belum selesai aku bicara, Aldy telah membuatku diam dengan telunjuknya.
“Ssstt...jika ada pertemuan pasti ada perpisahan.”, katanya membuatku meneteskan air mata.
Aku kembali menangis, Aku tak mau kehilangan Dia.
“Kamu jangan nangis, senyum dong. Kalau kamu senyum pasti cantik dan aku akan pulang dengan bahagia.”, katanya semakin membuatku takut kehilangan.
“Kamu jangan nangis...inget nggak dulu kamu pernah janji kalau kamu nggak akan nangis lagi?”
“Tapi.....”, aku kembali meneteskan air mata.
“Senyum.”, pintanya. Akupun tersenyum.
Bagaimanapun juga aku ingin membuatnya bahagia di akhir hidupnya. Dia pun terlihat sangat bahagia melihatku tersenyum, tapi aku belum bisa menghapus tangisku.
“....Aku tak akan berhenti..menemani dan menyayangimu hingga matahari tak terbit lagi....”, dia menyanyikan lirik lagu dari Wali yang berjudul Do’aku Untukmu Sayang. Akupun menyambutnya. Lagu itu adalah lagu favorit Kami berdua.
“Bahkan bila Aku mati, Ku kan berdo’a pada Ilahi tuk satukan kami di surga nanti.”
Diakhir menyanyikan lagu itu wajahnya terlihat semakin pucat dan seakan Dia berusaha menahan sakit yang sangat menyiksanya. Aku tak bisa dan benar-benar tak bisa melihatnya seperti itu. Disaat terakhir itu, Dia memberiku sebuah kaset dan akhirnya Dia pergi dengan senyum.
“ALDYYY..........!!!!”, aku pun histeris. Aku kembali menangis.
Tak pernah terfikir olehku, tak sedikitpun kubayangkan Kau akan pergi tinggalkanku sendiri.
Begitu sulit kubayangkan, Kau akan pergi tinggalkanku sendiri.
Di bawah batu nisan kini, kau telah sandarkan
Kasih sayang kamu begitu dalam
Sungguh ku tak sanggup ini terjadi ..karna ku sangat cinta
Inilah saat terakhirku melihat Kamu, jatuh air mataku menangis pilu
Hanya mampu ucapkan....Selamat jalan kasih.........

---------------------------------------------

Seusai pemakaman itu aku pulang. Rasanya aku masih tak percaya ini terjadi. Orang yang sangat kusayang telah pergi untuk selamanya. Ataupun teringat soal kaset itu, dengan penasaran akupun membukanya.
“ Hay, Rora apa kabar? Ku harap kamu baik-baik saja. Aku cuma mau bilang, aku sayang sama Kamu. Dan selamanya akan tetap begitu. Lalu perpindahanku ke Malang. Sebelumnya Aku minta maaf Ra, kalo aku nyakitin Kamu. Dua hari sebelum pengumuman kelulusan, Aku periksa ke dokter dan ternyata aku divonis kanker otak stadium dua. Sejak itu... aku memutuskan untuk pergi dari hidup Kamu. Aku nggak pengeng lihat Kamu sedih. Kamu masih inget nggak Ra sama janji kita dulu?....I will lock you in my heart, and you too. I love You, Rora.“ Katanya, diakhiri dengan tanda hati yang melambangkan cintanya padaku. Lalu dia menyanyikan dua buah lagu, Baik-baik dan jaga slalu hatimu. Diakhir rekaman itu, tertangkap pula ketika Aldi sedang mengalami kontraksi dan kak Riko datang.
Aldi benar-benar menyayangiku dengan tulus, aku pun juga begitu. Aku memutuskan untuk mengunjungi tempat yang spesial buat aku dan Aldi. Di tempat itu dia pernah mengatakan, dan di tempat itu pula dia pernah menyakitiku.
Setiap aku berada di tempat ini, aku selalu merasa dia juga ada di sini. Aku selalu menyayangimu, Aldi.

The End

Related Post



0 komentar:

Blogger Template by Clairvo