Senin, 24 Juni 2013
Temu Karya Nasional V 2013 Relawan PMI Resmi Dibuka
Oleh Wong Ngantang - Senin, Juni 24, 2013 | Berita Ngantang | 2 comments
pmi.or.id - Ajang pembinaan dan pengembangan relawan Temu Karya Nasional V 2013 Relawan PMI Palang Merah Indonesia resmi dibuka. Pembukaan secara resmi dilakukan oleh Wakil Presiden Boediono di lokasi acara TKNV di Bumi Perkemahan Bendungan Selorejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, Senin (24/6).
Rabu, 06 Maret 2013
I Love You, Om - Part 3 - Ending
Oleh Wong Ngantang - Rabu, Maret 06, 2013 | Cerita Fiksi | 0 comments
<< Part 2
Persidangan yang lancar
berhasil menyeret Om Sulthan kepenjara. Di persidangan, ada beberapa
saksi yang memberatkan Om Sulthan yaitu Dini, 3 karyawan mama, serta
Om Bagas. Hmm, pantas saja saat persidangan Om Bagas tidak menjadi
tim pengacara Bu Ratih.
Rasa syukur kami, membuat mama
berniat mengadakan syukuran kecil-kecilan di restoran cinaku. Mama
mengundang beberapa rekan bisnis, keluarga dekat serta Bu Ratih dan
tim pengacara. Keadaan restoran pun sudah kembali normal, paling
tidak dengan kembalinya Dini.
Cuisine,
my chinese restaurant
“Lagian
lo kenapa sih, pake acara ngabur segala, Din?” kami ngobrol di
restoran sambil nyiapin acara syukuran nanti malam.
“Saat
itu gue panik banget, Ren sumpah! Soalnya dia ngancam buat ngebunuh
gue bahkan keluarga gue!”
“Kok
lo tiba-tiba berubah pikiran trus dateng ke rumah?”, tanyaku
penasaran
“Jadi
waktu itu, gue sempet ketemu temen Dimas. Siapa tuh namanya? Bagas,
kalo gak salah”
“Oh,
om Bagas. Kenapa dia?”
“Gue
gak sengaja gitu ketemu dia di mall. Waktu gue mencoba kabur, eh
ketahuan duluan sama Bagas. Akhirnya dia ngajak gue ngobrol
baik-baik. Bagas juga bilang kalo Sulthan udah ketangkep, Cuma belum
bisa diproses ke persidangan karena belum ada saksi tentang kematian
Dimas. Nah, mendengar Sulthan udah ketangkep gue merasa lega, karena
gak mungkin dong dia neror2 gue lagi. Di situ, gue ceritain semua
yang gue tau. Bagas juga nyaranin gue ke kantor polisi, tapi dasar
guenya yang takut, akhirnya gue mutusin ngomong ke lo dulu”
Rabu, 27 Februari 2013
<< Part 1
Udara Bogor yang sejuk
membuatku bersusah payah untuk bangun. Mengangkat tubuhku dari
tempat tidur dan... ah, gagal! Suara kicau burung, ayam dan kegaduhan
aktivitas di dapur tak membuatku beranjak. Semakin lama semakin
meringkuk. Rasa capekku kali ini sungguh tak tertahan, menumpuk jadi
satu, terakumulasi lantas membendung. Akhirnya, bendungan itu harus
jebol hari ini.
Dalam kamar, sesuatu telah
mengantarkanku pada peristiwa yang telah kualami sebelumnya.
Menyelinap masuk begitu saja. Perasaan sesak tak ayal membuat tidurku
tak nyenyak kali ini, namun untuk membuka mata rasanya tak sanggup.
Hidup segan mati pun tak mampu.
Pintu kamar terdengar berderit
terbuka. Suara derap kaki melangkah mendekat. Itu pasti mama. Ada
harapan untuk bangun, mama pasti membangunkanku. Ah, masih susah
bangun, bahkan menggoyangkan tangan untuk minta bantuan. Hanya mata
menyipit tanpa suara dan gerakan. Aku masih memaksa bergerak mencoba
keluar dari himpitan, nafasku berat tertahan. Inikah namanya
kelindihan.
“Rena
sayaaang, bangun yuk!” suara halus mama seketika membuatku
tersentak bangun. Mataku terbuka dengan nafas tersengal, keringat
dingin mengucur di keningku. Sepertinya aku mimpi maraton.
“Masyaalloh,
kenapa kamu sayang?” mama mengusap keningku yang berkeringat.
“Kamu
demam, pasti kecapekan. Mama buatin susu, oke?” tawaran yang bagus
pikirku, aku mengangguk Lesu.
Akhir-akhir ini aku memang
begitu capek. Mengurus restoran sendiri. Dini, manajerku-- yang
sebelumnya mengajukan cuti karena ingin menikah, tiba-tiba
mengundurkan diri tidak lama setelah Dimas meninggal. Hal ini tentu
membuat urusan di restoranku kacau. Disaat aku mengalami kesedihan
yang mendalam, tidak punya semangat bekerja, aku harus mengurus
manajerial sendiri dan tetap memasak di restoran karena belum
menemukan koki sebagai penggantiku. Tapi untunglah assisten koki di
restoranku cukup tahu karakter masakan yang kuinginkan, tentu ini
yang menjadi ciri khas restoranku.
Rabu, 20 Februari 2013
Awal
Februari 2012. Dimas, my Lovely Brother
Drrrttt
ddrrrrt drrrrrtt drrrrttt ... Hp ku bergetar. Telpon masuk. Langsung
kuangkat.
“ya,
siapa?”
“Gue”
“Dimas!
Kemana aja lo? Pulang Dim, please, kasihan mama...” ucapku sambil
berharap agar dia pulang setelah ‘kabur’ dari rumah.
“Tenang
dong. Gue di kantor Om Bagas, nih..” om Bagas adalah Partner bisnis
sekaligus teman baik almarhum papa.
“Elo
di Solo? Ngapain? Kerja?”
“Mama
telpon gue beberapa hari yang lalu. Minta tolong buat ngurus bisnis
properti yang masih ada kerja sama dengan perusahaan om Bagas.
Sebenarnya gue males banget, Ren. Ini kan tanggungan om Sulthan..”
jelas Dimas
“Ya
udahlah Dim, bantuin mama buat menata perusahaan papa. Mungkin om
Sulthan lagi sibuk, kan dia punya perusahaan sendiri di Jakarta. Jadi
wajar kalau mama minta tolong lo..”
“Elo
sendiri dimana, jangan bilang malam-malam begini masih di resto?”
“Harusnya
elo bersyukur kalo gue pulang malam, itu tandanya resto gue laku!
Gimana sih lo? Ini juga mau balik kok”
“Bagus
deh. Lo jangan suka pulang malam dari resto. Temenin mama.
Sering-sering tanyain mama gimana keadaan kantor. Jangan bla bla
bla...”
Dimas..
dimas... sebagai kakak, gue pasti ngerti apa yang harus gue lakuin.
Tapi kali ini tiba-tiba Dimas, adik gue, menjadi lebih dewasa dari
pada gue. What’s going on..
Langganan:
Komentar (Atom)














