Selasa, 20 November 2012

The Legend of Kastari

Oleh Wong Ngantang - Selasa, November 20, 2012 | 0 comments

Mendengar nama Kastari, pasti masih asing bagi warga yang jarang atau tidak pernah ke Pasar Ngantang. Orang dengan ciri khasnya yang selalu memakai kopyah atau peci dan sarung yang hanya diikatkan di pinggangnya serta dia tak pernah memakai yang namanya alas kaki. Hampir semua warga sekitar Pasar Ngantang khususnya Kaumrejo dan Sumberagung mengenal siapa orang yang bernama Kastari dan jika bertemu dengan Kastari ada yang berani juga ada yang takut, atau justru tanya "jam berapa sekarang?" dengan Kastari dan beliau selalu menjawab "jam satu". Dan bagi warga yang tidak pernah bertemu Kastari pada umumnya akan takut. 


Dengan semua kepopulerannya mungkin tidak semua orang tahu akan latar belakang Kastari.
Berikut adalah jejak penelusuran tim ngantang.com tentang sejarah dan struktur keluarga Kastari.
Kastari adalah anak dari Bapak Munangin dan lahir dari keluarga kurang mampu. Dia memiliki seorang kakak yang bernama Kaspar dan Ba’I sudah meninggal juga dan adik yang bernama Prayono dan Akiyar. Dan kini dia hidup sebatang kara.

Kastari adalah orang yang dibilang waras bisa, dibilang tidak waras juga bisa dan dia paling senang pergi ke Pasar Ngantang. Dibilang waras karena dia tahu bahwa uang dipergunakan untuk membeli barang atau jasa; dia mengerti tentang pewayangan khususnya tokoh Punokawan (Petruk, Gareng Semar, Bagong); dia rajin menanyakan sesuatu hal yang berhubungan dengan matematika khususnya yang berhubungan dengan jam, karena setiap orang yang bertemu dengannya selalu dia tanyai “saiki jam piro ndok/le?”(“sekarang jam berapa nak?”); dia rajin mengumpulkan daun-daun kelapa kering yang sudah jatuh dari pohonnya yang dibuatnya menjadi sapu lidi; dan dia juga memakai pakaian yang masih layak dipakai meski tidak bagus dan tidak rapi. 

Dibilang tidak waras karena sikap dan sifatnya sehari hari tidak seperti orang pada umumnya dan suka berbicara sendiri atau marah-marah sendiri. Dia memiliki jiwa yang "waras gak waras" sejak dia kecil, dan kata warga sekitar memang dari keluarganya sudah memiliki jiwa seperti itu tapi Kastari - lah yang paling parah.

Ada kalanya Kastari dihargai, ada kalanya juga tidak dihargai. Kastari dihargai orang-orang seperti saat Kastari di Pasar Ngantang masih ada orang-orang yang menaruh kasian kepadanya dan memberinya uang meski Kastari tidak memintanya atau kadang diberi makanan. Dan kastari juga terkadang tidak dihargai seperti ada orang pasar yang tidak suka padanya, dia dibuat mainan dengan dipancing amarahnya sampai amarahnya pun meledak dan akhirnya merugikan orang-orang yang ada disekitarnya. Eksistensi Kastari yang sudah tiga dekade lebih membuatnya layak disebut sebagai seorang yang melegenda di Pasar Ngantang. (Lita Aprilia-ngantang.com)

Related Post



0 komentar:

Blogger Template by Clairvo